“Yang kami inginkan, spektrum bisa diberikan ke operator dengan formulasi berbeda. Kebayang enggak sih, terakhir tender (spektrum frekuensi) 2,1 GHz untuk pita selebar 5 MHz itu harganya di atas Rp 600 miliar, kalau 50 MHz dihitung sama, itu harganya mau berapa,” kata Dian.
Dian menyebut, XL Axiata ingin agar struktur formulasi BHP frekuensi bisa lebih kondusif dan ramah bagi operator.
Opsi kedua, kata Dian, adalah pemberian insentif seperti pembayaran bertahap atau dicicil. Hal ini mengingat adopsi 5G tidak akan langsung tinggi di tahun-tahun pertamanya.
“Kalau dari awal kita disuruh bayar spektrum (sekaligus) dari awal semua kan ya tadi, business case-nya ngga akan positif,” kata Dian.
Insentif yang diinginkan XL Axiata, menurut Dian adalah pembayaran BHP frekuensi yang dilakukan bertahap atau dicicil. Jadi, kata Dian misalnya operator mendapatkan pita frekuensi 50 Mhz BHP frekuensinya tidak langsung dibayarkan, tetapi bisa dibayarkan jika nantinya layanan 5G sudah mulai bertumbuh.
“Kalau misalnya kami dapat 50 Mhz itu nggak langsung dibayarkan semuanya, mungkin bisa bayar pay as you grow,” kata Dian.
Pasalnya, menurut Dian, adopsi 5G baru akan mencapai 30 persen setidaknya di tahun 2017. “Pembayaran spektrum fee bisa meningkat, tetapi di awal harusnya rendah,” tuturnya.