Liputan6.com, Jakarta – Perusahaan dinilai harus mengadopsi lebih dari satu cloud untuk produktivitas bisnis. Namun, hal ini menimbulkan sejumlah tantangan baru karena perlu adaptasi teknis dan sistem.

Pertama adalah multi-cloud yang dikelola secara inkonsisten di seluruh unit bisnis yang terisolasi. Permasalahan kedua adalah ketidakjelasan risiko pengeluaran pada layanan yang tidak perlu.

Ketiga menyangkut tenaga ahli yang memahami sistem data cloud, kekurangan keahlian untuk memanfaatkan peluang untuk mengoptimalkan kinerja. Keempat adalah kekurangan dalam mengelola dan mengamankan data internal dan data pelanggan di sistem awan independen.

Penyedia layanan cloud global, Couchbase, mengklaim keempat kompleksitas di atas bisa diatasi oleh supercloud.

Supercloud diklaim mampu menggabungkan semua fungsi tersebut dalam satu solusi, serta menawarkan layanan seamless di seluruh coud yang berbeda.

Berbeda dengan sistem komputasi awan lainnya, supercloud menawarkan layanan yang lebih komprehensif, termasuk analitik, ilmu data, dan pengalihan jaringan.

Selain itu, supercloud juga dapat dioptimalkan untuk fokus pada tantangan tertentu. Misalnya, latency, bandwidth, pemulihan data, kinerja kueri, atau biaya.

Menurut Kepala Teknik Solusi Couchbase untuk Asia Pasifik dan Jepang, Genie Yuan, beberapa tantangan potensial yang dihadapi sebuah organisasi atau perusahaan dalam proses migrasi ke dalam teknologi supercloud adalah biaya dan tenaga ahli.

“Organisasi menghadapi problematika pembiayaan yang tidak terencana yang timbul dari pengelolaan sistem cloud karena kurangnya perencanaan yang baik,” kata Genie melalui keterangannya, Senin (25/9/2023).

Genie menambahkan untuk memastikan sebuah perusahaan atau organisasi tidak mengalami hal ini, mereka harus memiliki pemahaman yang baik tentang biaya yang diperlukan pada berbagai tahap pengelolaan cloud.

“Para pemimpin bisnis juga harus mengimplementasikan rencana migrasi cloud yang rinci sebelum melakukan perubahan,” ucapnya menambahkan.

 

Leave a Reply