Seperti diketahui, tren social commerce tidak dimungkiri tengah bertumbuh di Indonesia, terutama konten live shopping. Untuk diketahui, social commerce merupakan fenomena berbelanja online langsung melalui kanal media sosial.

Meski dianggap baru, praktisi pemasaran dan behavorial science, Ignatius Untung, tren social commerce ini sebenarnya sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Namun, bentuknya memang tidak seperti sekarang.

Menurut Untung, social commerce–seperti TikTok–kini menjadi ramai, karena menawarkan pengalaman yang berbeda. Ia menuturkan, media sosial seperti TikTok atau YouTube sebenarnya merupakan platform untuk konten hiburan.

Format ini berbeda dari Instagram atau Facebook yang dibentuk karena lingkaran pertemanan. Jadi, orang yang berkunjung ke aplikasi media sosial seperti TikTok atau YouTube memang awalnya mencari konten hiburan.

“Sebenarnya ini sama halnya ketika konsumen mengunjungi mal, di mana tidak seluruhnya ingin membeli sesuatu. Kebanyakan dari mereka mungkin awalnya ingin berjalan-jalan, tapi ketika melihat sesuatu jadi membeli,” tuturnya dalam Workshop Jurnalis bertajuk “Dampak Social Commerce pada UMKM di Indonesia” yang digelar Forum Wartawan Teknologi (Forwat).

Hal ini berlaku pula di platform seperti TikTok. Untung menuturkan, awalnya banyak orang yang mungkin hanya ingin mencari konten hiburan, tapi ketika melihat sesuatu yang menarik, mereka ingin membelinya.

Terlebih, pengalaman belanja online di media sosial ini lebih memudahkan pengguna, karena mereka tidak perlu berganti aplikasi untuk melakukan transaksi.

Senada dengan Untung, Ketua Umum Indonesian Digital Emporwerment Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura mengatakan social commerce merupakan keniscayaan.

Leave a Reply